Pengertian Ilmu dan Urgensinya

Pengertian Ilmu dan Urgensinya
Pengertian Ilmu
Kata ilmu diambil dari bahasa Arab, berasal dari kata jadian (‘alima- ya’lamu- ‘ilman) "عَلِمَ يَعْلَمُ عِلْماً". ‘Alima sebagai kata kerja yang berarti mengetahui. Quraish shihab menjelaskan, kata ilmu dengan berbagai bentuknya dalam Alquran terulang 854 kali. Ilmu adalah rumusan-rumusan dari segala permasalahan dengan metodis, logis, sistematis dan universal.

Dalam pandangan al-Quran, ilmu adalah keistimewaan yang menjadikan manusia unggul terhadap makhluk- makhluk lain guna menjalankan fungsi kekhalifahan. Hal ini tercermin dari kisah kejadian manusia pertama dalam Al-Quran surat Al-Baqarah ayat 31-32 :


وَعَلَّمَ ءَادَمَ ٱلۡأَسۡمَآءَ كُلَّهَا ثُمَّ عَرَضَهُمۡ عَلَى ٱلۡمَلَٰٓئِكَةِ فَقَالَ أَنۢبِ‍ُٔونِي بِأَسۡمَآءِ هَٰٓؤُلَآءِ إِن كُنتُمۡ صَٰدِقِينَ ٣١ قَالُواْ سُبۡحَٰنَكَ لَا عِلۡمَ لَنَآ إِلَّا مَا عَلَّمۡتَنَآۖ إِنَّكَ أَنتَ ٱلۡعَلِيمُ ٱلۡحَكِيمُ ٣٢ 

Dan Dia mengajarkan kepada Adam Nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada Para Malaikat lalu berfirman: “Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu mamang benar orang-orang yang benar!”mereka menjawab: “Maha suci Engkau, tidak ada yang Kami ketahui selain dari apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami; Sesungguhnya Engkaulah yang Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (QS. Al-Baqarah : 31-32).


Sedangkan pengertian ilmu menurut perspektif Islam merupakan salah satu nilai luhur yang dibawa oleh ajaran Islam dan yang tegak di atasnya kehidupan manusia, baik secara moral maupun material, duniawi maupun ukhrawi. Islam menjadikannya sebagai jalan menuju keimanan dan untuk di amalkan.

Perkataan  ’ilmu’ memiliki definisi yang sangat luas dan susah untuk didefinisikan. Syekh Muhammad Naquib al-Attas berpendapat bahwa ilmu itu sendiri sebenarnya tidak bersifat neutral, budaya yang berbeda memiliki konsep yang juga berbeda mengenai ilmu walaupun ada persamaan mengenainya. Terdapat perbedaan yang setara dan tidak seiring mengenai konsep ilmu di antara budaya Islam dan juga Barat . 

Al-Ghazali di dalam kitabnya Ihya ’Ulum al-Din mendefinisikankan ’ilmu’ itu kepada daya membuat generalisasi, konsepsi terhadap ide-ide yang abstrak dan keupayaan memperoleh kebenaran intelektual. 

Penting bagi setiap insan untuk menuntut ilmu. Karena dengan memiliki ilmu banyak hal yang bisa kita dapati. Rasulullah Saw bersabda kepada Abu Dzar Al-Ghifari:


لأَنْ تَغْدُوَ فَتَعَلَّمَ آيَةً مِنْ كِتَابِ اللَّهِ خَيْرٌ لَكَ مِنْ أَنْ تُصَلِّىَ مِائَةَ رَكْعَةٍ

"Sesungguhnya engkau pergi untuk mempelajari suatu ayat dari kitab Allah adalah lebih baik dari pada engkau melakukan shalat seratus raka’at". (HR. Ibnu Majah)

Dalam setiap kesempatan kita akan dituntut untuk memiliki pengetahuan. Baik pengetahuan secara sederhana hingga pengetahuan paling sulit di dunia.

Urgensi Ilmu
Menurut Al-Quran, manusia memiliki potensi untuk meraih ilmu dan mengembangkannya dengan seizin Allah. Karena itu bertebaran ayat yang memerintahkan manusia menempuh berbagai cara untuk mewujudkan betapa tinggi kedudukan orang yang berpengetahuan. Sebagai mana firman Allah dalam surat Al-Mujadilah ayat 11:


يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ إِذَا قِيلَ لَكُمۡ تَفَسَّحُواْ فِي ٱلۡمَجَٰلِسِ فَٱفۡسَحُواْ يَفۡسَحِ ٱللَّهُ لَكُمۡۖ وَإِذَا قِيلَ ٱنشُزُواْ فَٱنشُزُواْ يَرۡفَعِ ٱللَّهُ ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ مِنكُمۡ وَٱلَّذِينَ أُوتُواْ ٱلۡعِلۡمَ دَرَجَٰتٖۚ وَٱللَّهُ بِمَا تَعۡمَلُونَ خَبِيرٞ ١١ 

"Hai orang-orang beriman apabila dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam majlis", Maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", Maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan". (Qs. Al-Mujadilah : 11)

Larangan berbisik yang diuraikan oleh ayat-ayat yang lalu merupakan salah satu tuntunan akhlak, membina hubungan harmonis antara sesama. Berbisik di tengah orang lain mengeruhkan hubungan melalui pembicaraan itu. Ayat di atas masih merupakan tuntunan akhlak. Kalau yang lain menyangkut pembicaraan rahasia, kini menyangkut perbuatan dalam satu majlis.Ayat di atas memberi tuntunan bagaimana menjalin hubungan harmonis dalam satu majlis. Allah berfirman: “Hai orang-orang yang beriman, apabila dikatakan kepada kamu oleh siapa pun “Berlapang-lapanglah yakni berupayalah dengan sungguh-sungguh walau dengan memaksakan diri untuk memberi tempat orang lain dalam majlis-majlis yakni satu tempat, baik tempat duduk maupun bukan untuk duduk, apabila diminta kepada kamu agar melakukan itu maka lapangkanlah tempat itu untuk orang lain itu dengan suka rela. Jika kamu melakukan hal tersebut, niscaya Allah akan melapangkan segala sesuatu buat kamu dalam hidup ini. Dan apabila dikatakan: “Berdirilah kamu ke tempat yang lain, atau untuk diduduk ditempatmu buat orang yang lebih wajar, atau bangkitlah untuk melakukan sesuatu seperti untuk shalat dan berjihad, maka berdiri dan bangkit-lah, Allah akan meninggikan orang beriman diantara kamu wahai yang memperkenankan tuntunan ini dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat kemuliaan di dunia dan di akhirat dan Allah terhadap apa yang kamu kerjakan  sekarang dan masa datang (Maha Mengetahui).

Ada riwayat yang menyatakan bahwa ayat di atas turun pada hari Jumat. Ketika itu Rasul saw. bersabda di satu tempat yang sempit, dan telah menjadi kebiasaan beliau memberi tempat khusus buat para sahabat yang terlibat dalam perang Badr, karena besarnya jasa mereka. Nah, ketika majlis tengah berlangsung, beberapa orang di antara sahabat-sahabat tersebut hadir, lalu mengucapkan salam kepada Nabi saw. Nabi pun menjawab, selanjutnya mengucapkan salam kepada hadirin, yang juga dijawab, namun mereka tidak memberi tempat. Para sahabat ini terus saja berdiri, maka Nabi saw. memerintahkan kepada sahabat-sahabatnya yang lain – yang tidak terlibat dalam perang Badar untuk mengambil tempat lain agar para sahabat yang berjasa itu duduk di dekat Nabi saw. Perintah Nabi itu, mengecilkan hati mereka yang disuruh berdiri, dan ini digunakan oleh kaum munafikin untuk memecah belah dengan berkata: “Katanya Muhammad berlaku: “Allah merahmati siapa yang memberi kelapangan bagi saudaranya.” Kaum beriman menyambut tuntunan Nabi dan ayat di atas pun turun mengukuhkan perintah dan sabda Nabi itu.


و عن ابى امامة : رضى الله عنه . ان رسو ل الله صلى الله عليه وسلم قال فضل العالم على العابد كفضلى على ادنا كم . ثم قال : رسول الله صلى الله عليه وسلم : ان الله و ملا ئكته و اهل السموات وا لارض حتى النملة فى جحرها و حتى الحوت ليصلون على معلمى الناس ا لخير . ر واه التر مد ى و قال : حد يث حسن

Dari Abu Umamah r.a bahwasanya Rasulullah SAW bersabda : “keutamaan orang alim atas orang yang beribadah-ahli ibadah namun tidak berilmu-ialah seperti keutamaanku atas orang terendah diantara engkau semua” Selanjutnya Rasulullah shallallahu alaihi wasalam bersabda : “Sesungguhnya Allah dan para malaikatnya, juga para penghuni langit dan bumi, sampaipun semut yang ada di dalam liangnya, bahkan sampaipun ikan yu, sesungguhnya semua itu menyampaikan kerahmatan kepada orang-orang yang mengajarkan kebaikan kepada manusia.” Adapun yang selain Allah ialah memohonkan-berdo’a agar orang-orang yang mengajar kebaikan itu diberi kerahmatan oleh Allah. Diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dan ia mengatakan bahwa ini adalah hadits hasan.


وعن ابى ا لد رداء , رضي الله عنه, قال : سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم, يقول : من سلك طريقا يبتغى فيه علما سهل الله له طر يقا الى الجنة, وان الملا ئكة لتضع اجنحتها لطا لب العلم رضا بما يصنع, وان العالم على العا بدكفضل القمر على سائرالكواكب, وان العلماء ورثة الانبياء وان الانبياء لم يورثواديناراولادرهماوانماورثوا العلم, فمن اخد ه اخدبحظ وافر

Dari Abuddarda’ r.a, katanya : “Saya mendengar Rasulullah SAW bersabda : “Barang siapa menempuh suatu jalan untuk mencari suatu ilmu pengetahuan di situ, maka Allah akan memudahkan untuknya suatu jalan untuk menuju syurga, dan sesungguhnya para malaikat itu sesungguhnya meletakkan sayap-sayapnya kepada orang yang menuntut ilmu itu, karena ridha sekali dengan apa yang dilakukan oleh orang itu. Sesungguhnya orang alim itu dimohonkan pengampunan untuknya oleh semua penghuni di langit dan penghuni-penghuni di bumi, sampaipun ikan-ikan hiyu yang ada di dalam air. Keutamaan orang alim atas orang yang beribadah itu adalah seperti keutamaan bulan atas bintang-bintang yang lain. Sesungguhnya para alim ulama adalah pewarisnya para Nabi, sesungguhnya para Nabi itu tidak mewariskan dinar ataupun dirham, sesungguhnya mereka itu mewariskan ilmu. Maka barang siapa dapat mengambil ilmu itu, maka ia telah mengambil dengan bagian yang banyak sekali.” (Riwayat Abu Dawud dan Tirmidzi)


وعن عبدالله بت عمرو بن العاص رضي الله عنهما قا ل: سمعت رسرل الله صلى الله عليه وسلم يقول : ان الله لا يقبض العلم انتزا عا ينتز عه من الناس, ولكن يقبض العلم بقبض العلماء حتى ادالم يبق عالما, اتخدالناس رؤوساجهالا فسئلوا, فاءفتوابغير علم, فضلواواضلوا . متفق عليه

Dari Abdullah bin ‘Amr bin al-‘Ash radhiyallahu ‘anhums, katanya: “Saya mendengar Rasulullah shalallahu alaihi wasalam bersabda: “Sesungguhnya Allah itu tidak mencabut ilmu pengetahuan dengan sekaligus pencabutan yang dicabutnya dari para manusia, tetapi Allah mencabut ruhnya – wafatnya – para alim ulama, sehingga apabila tidak ditinggalkannya lagi seorang alimpun –didunia ini-, maka orang-orang banyak akan mengangkat para pemimpin atau kepala-kepala pemerintahan yang bodoh-bodoh. Mereka para- pemimpin dan kepala pemerintahan itu ditanya, lalu memberikan keterangan fatwa tanpa menggunakan dasar ilmu pengetahuan. Maka akhirnya mereka itu semuanya sesat dan menyesatkan orang lain.” (Muttafaq ‘alaih)

Sources:
Al- Ghazali, Ihya’ Ulumuddin jilid 1,terj.Prof.TK.H.Ismail Yakub MA.SH ”Ihya’ Al- Ghazali jilid 1, cet VI (Sema rang : C V Fa izan, 1979).
Sofiyah Ramadhani, E. S, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, (Surabaya: Karya Agung).
Dr. M. Ramli Hs., M.Ag.,dkk, Mengenal Islam, (Semarang : Unnes, 2007).
Departemen Agama RI, al-quran Dan Terjemah, (Bandung :Piponegoro : 2000).
Dr. Hj. Nur Uhbiyati, Dasar-dasar Ilmu Pendidikan Islam, (Semarang : PT. Pustaka Rizki Putra, 2003).

M. Quraish Shihab. Tafsir Al-Misbah. Jakarta: Lentera Hati, 2002.