http://mercusuarnews.com |
Zakat merupakan rukun islam yang ketiga,secara bahassa,kata zakat berasal kata zakat-yazki-zekatan yang berarti bersih,suci,tumbuh, berkembang dan bertambah. Diartikan demikian, sebab Allah akan senantiasa membersikan dosa dan kebahilan serta menumbuhkembangkan dan menambah keberkahan jiwa dan harta orang yang berzekat (muzakki). Sedangkan secara istilah, zakat adalah megeluarkan harta tertentu dengan cara tertentu dengan niat tertentu untuk didistribusikan kepada gologan tertentu pula.
Selain itu, dalam islam juga dikenal istilah lain dari zakat, yakni infak dan shadaqah. infak adalah megeluarkan sebagian harta untuk suatu kepentingan yang diinstruksikan oleh Allah. Sementara shadaqah harta yang didistribusikan untuk mengharap pahala dan ridha Allah swt,baik yang diwajibkan lalu disebut zakat mampu yang disunahkan lalu disebut shadaqah.
Secara global dan spesifik, klasifikasi zekat bisa dilihat dari 2 segi: 1). Zakat al-Mal (harta), ada 6 macam: a). Binatang ternak (al-Na’am); b). Emas dan perak atau uang tunai (al-Naqdain); c). Hasil pedagang (‘urudl al-Tijarah); d). Hasil tanaman dan Pertanian (al-Mu’asysyarat); e). Harta karun (al-Rikads); dan f). Hasil bumi (al-Ma’din), seperti tambang, besi, dll; dan 2). Zakat al-Badan (jiwa), yakni zakat fitrah.
Mengenai dasar hukum ZIS ini, banyak sekali dijumpai dalam al-Qur’an dan Hadsit. Salah satu contoh-nya adalah firman Allah dan saxbdah Rasul berikut:
خُذْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيْهِمْ بِهَا وَصَلِّ عَلَيْهِمْ إِنَّ صَلَاتَكَ سَكَنٌ لَهُمْ وَاللهُ سَمِيْعٌ عَلِيْمٌ.
Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan berdoalah untuk mereka. Sesungguhnya doamu menjadi ketenangan jiwa bagi mereka, dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (QS. At-Taubah: 103).Seirama dengan ayat diatas, Nabi saw., pernah bersabda:
عَنِ ابْنِ عُمَرَ قَالَ: فَرَضً النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ زَكَاةَ الْفِطْرِ مِنْ رَمَضَانَ صَاعًا مِنْ تَمْرٍ أَوْ صَاعًا مِنْ شَعِيْرٍ عَلَى الْحُرِّ وَالْعَبْدِ وَالذَّكَرِ وَالْأُنْثَى وَالصَّغِيْرِ وَالْكَبِيْرِ مِنَ الْمُسْلِمِيْنَ وَأَمَرَ بِأَدَاءِ زَكَاةِ الْفِطْرِ قَبْلَ خُرُوْجِ النَّاسِ إِلَى الصَّلَاةِ. مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ.
Dari ibnu Umar, berkata: Nabi saw., telah mewajibkan zekat fitrah mulai masuknya ramadlan atas orang merdeka, budak, pria, wanita, anak-anak dan orang tua dari umat islam 1 sha’ (2,5kg) kurma atau gandum hingga sebelum shalat ‘id didirikan. (Muttafaq Alaih). Nabi saw., juga bersabda:
عَنْ أَبِيْ أُمَا مَةَ قَالَ: خَطَبَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي حِجَّةِ الْوَدَاعِ فَقَالَ: يَا أَيُّهَا النَّاسُ أَطِيْعُوْا رَبَّكُمْ وَصَلُّوْا خَمْسَكُمْ وَأَدُّوْا زَكَاةَ أَمْوَالِكُمْ وَصُوْمُوْا شَهْرَكُمْ وَأَطِيْعُوْا ذَا أَمْرِكُمْ تَدْخُلُوْا جَنَّةَ رَبَّكُمْ. رَوَاهُ الْحَاكِمُ.
Dari Abu Umar, berkata: Rasul saw., telah saat haji perpisahan, seraya bersabdah: Wahai mausia, taatilah Tuhanmu, dirikan shalat 5 waktu, tunaikan zakat hartamu, puasalah di bulan ramadlanmu, dan taatilah pemimpinmu, maka kamu akanmasuk surgaTuhanmu.(HR. Hakim).Alhasil, zakat, punfaq dan shadaqah adalah materi dan nonmateri yang wajib dan sunah didistribusikan oleh muzakki/para dermawan kepada para mustahiq-nya dalam rangka mensucikan jiwa dan harta serta berbagi antar sesama muslim demi menggapai pahala dan ridla Allah sesuai konsepsi syari’at islam.
http://ahad.co.id |
B. Kriteria, Tata Cara dan Hikmah Zakat
Syarat wajib zakat maal ada 3:
1) Muslim dan merdeka, baligh dan berakal (mukallaf);
2) Harta adalah milik penuh (milk al-Tam), berkembang (menguntungkan), bebas dari hutang dan lebih dari kebutuhan pokok;
3) Mencapai batas minimal (nishab) dan cukup satu tahun (haul). Tapi, untuk zakat maal hasil ma’din, rikaz, tanaman dan pertanian tidak disyaratkan mencukupi haul.
Sedangkan syarat zakat fitrah, ada tiga:
1) Muslim, baik pria, wanita, anak-anak, orang tua maupun budak;
2) Orang itu ada dan masih hidup pada hari terakhir bulan ramadlan (malam hari raya idul fitri)
3) Orang itu memiliki kelebihan makanan pokok dari kebutuhan dirinya, keluarga dan orang yang ditanggungnya pada malam dan hari raya tersebut.
Syarat sah zakat mal dan fitrah adalah:
1) Berniat disertai perealisasian penyaluran zakat tersebut;
2) Ditunaikan pada waktunya, yakni mulai malam pertama bulan suci ramadlan hingga menjelang pelakasanaan shalat id, kecuali untuk zakat maal hasil tanaman dan pertanian (QS. Al-An’am: 141), rikaz (QS. At-Taubah: 34), dan ma’din (QS. Al-Baqarah: 267), maka waktunya ditunaikan saat panen, saat menemukan dan saat menambang dengan syarat ketiganya sudah mencapi nisab.
Ada delapan orang yang berhak menerima zakat (mustahiqqin), sebagaimana dijelaskan dalam firman Allah swt., berikut ini:
إِنَّمَا الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاءِ وَالْمَسَاكِيْنِ وَالْعَامِلِيْنَ وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوْبُهُمْ وَفِي الرِّقَابِ وَالْغَارِمِيْنَ وَفِي سَبِيْلِ اللهِ وَابْنِ السَّبِيْلِ فَرِيْضَةً مِنَ اللهِ وَاللهُ عَلِيْمٌ حَكِيْمٌ.
Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. (QS. At-Taubah: 60).Alhasil, mustahiq (orang yang berhak menerima zakat), ada delapan ashnaf (golongan):
1) Fakir, yakni orang tidak punya harta benda dan profesi yang mampu mencukupi kebutuhannya sehari-hari;
2) Miskin, yakni orang yang punya profesi tapi penghasilannya tidak bisa untuk memenuhi hajat hidupnya;
3) Pengurus zakat, yakni orang yang bertugas untuk mengumpulkan dan membagikan zakat;
4) Muallaf, yakni orang kafir yang ada harapan masuk Islam dan orang yang baru masuk Islam yang imannya masih lemah;
5) Budak, yakni orang yang tidak merdeka, sehingga ia bisa menjadi bebas, termasuk juga untuk melepaskan muslim yang ditawan oleh orang-orang kafir;
6) Orang berhutang, yakni berhutang karena untuk kepentingan yang bukan maksiat dan tidak bisa membayarnya. Jika orang yang berhutang untuk memelihara persatuan umat islam, maka hutangnya itu dibayar dengan zakat meski ia mampu membayarnya;
7) Pada jalan Allah, yakni untuk keperluan pertahanan islam dan kaum muslimin. Diantara ahli tafsir ada yang beropini bahwa fisabilillah juga mencakup kepentingan umum seperti mendirikan masjid, sekolah, rumah sakit, dll;
8) Musafir, yakni orang yang sedang dalam perjalanan yang bukan maksiat yang mendapat kesulitan dalam perjalanannya.
Sedangkan orang yang tidak berhak menerima zakat yaitu ada lima:
1) Bani hasyim;
2) Bani Abdul Muthallib;
3) Orang kafir;
4) Orang kaya dan berprofesi (berkecukupan);
5) Orang yang kebutuhannya berada dalam tanggungan muzakki, tapi jika betul-betul membutuhkan, maka diperbolehkan menerima zakat.
Adapun ketentuan untuk zakat fitrah yang harus ditunaikan oleh perindividu adalah 1 sha’ (± 2,5 kg beras). Sedangkan untuk ketentuan dan hisab masing-masing enam macam zakat maal yang telah memenuhi syarat-syaratnya diatas adalah 2,5 %.
1) Nisab mata uang, baik berupa emas maupun perak. Untuk nisab emas ialah 20 mitsqal (± 84/85 gr), nisab perak ialah 200 dirham (± 588/595 gr). Untuk menentukan nisabnya maka haruslah disesuaikan dengan harga emas murni Negara setempat.
2) Nisab peternakan, bisa saja berupa: 1) Unta, nisabnya lima ekor., 2)
Sapi/Kerbau/Kuda, nisabnya tiga puluh ekor; 3) Kambing/Domba, nisabnya empat puluh ekor; 4) Unggas (Ayam, Bebek, Burung), perikanan, dan lain-lain, nisabnya disesuaikan dengan emas.
Sedangkan hikmah disyariatkannya zakat antara lain sebagai berikut:
1) Menguatkan rasa kasih sayang antara si kaya dengan si miskin. Hal ini dikarenakan fitrahnya jiwa manusia adalah senang terhadap orang yang berbuat kebaikan (berjasa kepadanya).
2) Mensucikan dan membersihkan jiwa serta menjauhkan jiwa dari sifat kikir dan bakhil.
3) Membiasakan seorang muslim untuk memiliki sifat belas kasihan.
4) Memperoleh keberkahan, tambahan dan ganti yang lebih baik dari Allah Ta'ala.
5) Sebagai ibadah kepada Allah Ta'ala (lihat Risalah Fi Zakat oleh Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz).