Tarekat dan Jenis-jenisnya

Tarekat dan Jenis-jenisnya



A.    Pengertian Tarekat
Secara bahasa, tarekat berasal dari bahasa Arab yaitu Thariqah yang berarti jalan, cara, aliran atau garis sesuatu. Sedangkan menurut istilah tarekat adalah jalan yang harus dilalui oleh seorang sufi agar ia selalu berada dalam kedekatan kepada Allah. Untuk menempuh jalan menuju kedekatan kepada Allah itu, kaum sufi memperkenalkan berbagai amalan tertentu yang biasanya didasarkan kepada tokoh sufi tertentu sebagai pendiri dan pemimpin tarikat. Berdasarkan persepektif ini tarekat menjadi sebuah perkumpulan (organisasi) yang mempunyai pemimpin (syaikh), upacara (ritual) dan bacaan (wirid) tertentu beserta aturan-aturan yang mengikat anggotanya.
Dalam perkembangan selanjutnya kata thariqoh menarik perhatian para sufi dan mereka menjadikannya sebagai istilah khusus yang mempunyai arti tertentu karena dikalangan sufi, Thariqoh memiliki dua pengertian. Pertama, cara pendidikan akhlak dan jiwa bagi mereka yang berminat menempuh hidup sufi. Arti seperti ini dipergunakan oleh kaum sufi pada abad ke-9 dan ke-10 M. Kedua, Thariqoh berarti suatu gerakan yang lengkap untuk memberikan latihan-latihan rohani dan jasmani dalam segolongan orang Islam menurut ajaran dan keyakinan tertentu
B.     Tujuan Tarekat
Tujuan utama pendirian berbagai tarekat oleh para sufi adalah untuk membina dan mengarahkan seseorang agar bisa merasakan hakikat Tuhannya dalam kehidupan sehari-hari melalui perjalanan ibadah yang terarah dan sempurna. Dalam kegiatan semacam ini biasanya seorang salik (penempuh dan pencari hakikat ketuhanan) akan diarahkan oleh tradisi-tradisi ritual khas yang terdapat dalam tarekat yang bersangkutan sebagai upaya pengembangan untuk bisa menyampaikan mereka ke wilayah hakikat atau ma’rifat kepada Allah ‘Azza wa  Jalla. Setiap tarekat memiliki perbedaan dalam menentukan metode dan prinsip-prinsip pembinaannya. Meski demikian tujuan utama setiap tarekat tetaplah sama, yakni mengharapkan hakikat yang mutlak. Secara umum tujuan utama setiap tarekat adalah penekanan terhadap kehidupan akhirat, yang merupakan titik akhir tujuan kehidupan manusia beragama. Sehingga, setiap aktivitas atau amal perbuatan selalu diperhitungkan, apakah dapat diterima atau tidak oleh Tuhan. Karena itu Muhammad Amin Al-Kurdi menekankan seseorang masuk kedalam tarekat, agar bisa memperoleh kesempurnaan dalam beribadah kepada Tuhannya. Menurutnya minimal ada tiga tujuan bagi seseorang yang memasuki dunia tarekat untuk menyempurnakan ibadah. Pertama, supaya “terbuka” terhadap sesuatu yang diimaninya, yakni Zat Allah Swt, baik mengenai sifat-sifat, keagungan maupun kesempurnaan-Nya secara lebih dekat lagi, serta untuk mencapai hakikat dan kesempurnaan kenabian serta para sahabatnya. Kedua, untuk membersihkan jiwa dari sifat-sifat dan akhlak yang keji, kemudian menghiasinya dengan akhlak yang terpuji dan sifat-sifat yang diridhai (Allah) dan berpegang pada para pendahulu (shalihin) yang telah memiliki sifat-sifat itu. Ketiga, untuk menyempurnakan amal-amal syari’at yakni memudahkan beramal shalih dan berbuat kebajikan tanpa menemukan kesulitan dan kesusahan dalam melaksanakannya.
C.    Jenis Tarekat dan Ajarannya.                                                            
1.      Tarekat Qadiriyah
Qadiriyah adalah nama tarekat yang diambil dari nama pendirinya, Abd Al-Qadir Jailani, yang terkenal dengan sebutan Syekh ‘Abdul Qadir Al-Jailani atau quthb al-awliya’. Tarekat ini menempati posisi yang amat penting dalam sejarah spiritualitas Islam karena tidak saja menjadi pelopor lahirnya organisasi tarekat, tapi juga cikal bakal munculnya berbagai cabang tarekat di dunia Islam. Meskipun struktur organisasinya baru muncul beberapa dekade setelah kewafatannya, semasa hidupnya sang syekh telah memberikan pengaruh yang amat besar terhadap pemikiran dan sikap umat Islam. Ia dipandang sebagai sosok ideal dalam keunggulan dan pencerahan spiritual.
Tarekat yang tergolong pada grup Qodiriyah ini cukup banyak dan tersebar keseluruh negeri Islam. Tarekat Faridiyah di Mesir yang dinisbatkan kepada Umar bin Al-Farid yang kemudian mengilhami tarekat Sanusiyah (Muhammad bin Ali Al-Sanusi, 1787-1859 M) melalui tarekat Idrisiyah di Afrika utara merupakan grup Qadiriyah yang masuk ke India melalui Muhammad Al-Ghawath yang kemudian dikenal dengan tarekat Al-Ghawatiyah atau Al-Ma’rajiyah dan di Turki dikembangkan oleh Ismail Ar-Rumi
Di antara praktek Qadiriyah adalah dzikir (terutama melantunkan asma’ Allah secara berulang-ulang). Dalam pelaksanaannya terdapat berbagai macam tingkatan penekanan dan intensitas. Ada dzikir yang terdiri atas satu, dua, tiga, dan empat. Dzikir dengan satu gerakan dilakukan dengan mengulang-ulang asma’ Allah melalui tarikan nafas panjang yang sangat kuat, seakan dihela dari tempat yang tinggi, diikuti penekanan dari jantung dan tenggorokan, kemudian dihentikan dengan nafas kembali normal. Hal ini harus diulang secara konsisten untuk waktu yang lama.
2.      Tarekat Naqsabandiyah
Tarekat ini mempunyai dampak dan pengaruh yang sangat besar  kepada masyarakat muslim di seluruh wilayah yang berbeda-beda. Tarekat ini pertama kali berdiri di Asia Tengah, kemudian meluas ke Turki, Suriyah, Afghanistan, dan India. Dalam perkembangannya, tarekat ini menyebar ke Anatolia (Turki) kemudian meluas ke India dan Indonesia dengan berbagai nama baru yang disesuaikan dengan nama pendirinya di daerah tersebut, seperti tarekat Khalidiyah, Muradiyah, Mujadidiyah, dan Ahsaniyah.
Ciri menonjol tarekat ini adalah: Pertama, mengikuti syari’at secara ketat, keseriusan dalam beribadah yang menyebabkan penolakan terhadap musik dan tari, dan lebih menyukai berdzikir dalam hati. Kedua, upaya yang serius dalam memengaruhi kehidupan dan pemikiran golongan penguasa serta mendekati negara pada agama. Berbeda dengan tarekat lainnya, tarekat ini tidak menganut kebijakan isolasi diri dalam  menghadapi pemerintahan yang sedang berkuasa saat itu. Sebaliknya, ia melancarkan konfrontasi dengan berbagi kekuatan politik dengan mengubah pandangan mereka.
3.      Tarekat Rifaiyyah
Tarekat ini didirikan oleh Ahmad bin Ali bin Abbas, yang lebih dikenal sebagai Syeikh Rifa’i. Beliau wafat di Umm Abindah tanggal 22 Jumadil Awal tahun 578 H. Tarekat ini tersebar luas di Aceh, Jawa, Sumatera Barat, Sulawesi dan daerah-daerah lain di Indonesia. Ciri khas tarekat ini adalah wirid yang di iringi dengan tabuhan rebana, serta diikuti dengan tarian dan permainan debu, yang menikam diri sendiri diiringi dengan dzikir-dzikir tertentu. Permainan dengan mengunakan debu sangat populer di daerah-daerah Jawa Barat khusunya Banten. Permainan ini diyakini sebagai pengaruh dari tarekat Rifaiyyah. Selain itu, dari segala praktik Rifa’iyyah, dzikir mereka yang khas patut dicatat. Karena inilah mereka disebut “darwis melolong”. Sebelumnya, sebagian kaum Rifa’iyyah terkenal karena mengikutkan praktik upacara seperti menusuk kulit dengan pedang dan makan kaca.
4.      Tarekat Syatariyah
Tarekat ini adalah aliran tarekat yang muncul pertama kali di India pada abad ke 15. Tokoh sentral tarekat ini adalah Abdullah asy-Syattar. Beliau dikenal sebagai ulama sufi yang menyebarkan dan mengembangkan tarekat ini. Demikian dalam perkembangan berikutnya, tarekat ini diyakini sebagai tarekat yang mandiri dan tidak terikat dengan tarekat lainnya. Tarekat ini dianggap sebagai suatu tarekat tersendiri yang memiliki karakteristik tersendiri dalam keyakinan dan praktik.
Dalam tarekat ini setiap pemimpin memiliki masig-masing metode berdzikir dan bermeditasi untuk mencapai intuisi ketuhanan, penghayatan, dan kedekatan kepada Allah Swt. Kaum Akhyar melakukannya dengan menjalani salat dan puasa, membaca al-Quran, melaksanakan haji, dan berjihad. Kaum Abrar menyibukkan diri dengan latihan-latihan kehidupan asketisme atau zuhud yang keras, latihan ketahanan menderita, menghindari kejahatan, dan berusaha selalu mensucikan hati. Sedang kaum Syattar memperolehnya dengan bimbingan langsung dari arwah para wali. Menurut para tokohnya, dzikir kaum Syattar inilah jalan yang tercepat untuk sampai kepada Allah Swt.
5.      Tarekat Samaniyah
Tarekat ini didirikan oleh Syaikh Samman pada tahun 1720 di Madinah. Tarekat ini tersebar luas di Aceh dan memiliki pengaruh yang luas di daerah ini. Tarekat ini tersebar luas dan memiliki pengaruh yang kuat di Palembang dan daerah lainnya di Sumatera. Para pengikut tarekat ini sering membaca riwayat dari Syaikh Samman dan Bertawassul dengan beliau. Tarekat ini memiliki ciri khas dengan dzikir yang keras melafadzkan kalimat Laa Ilaaha Illallah. Demikian juga tarekat ini terkenal dengan Ratibnya yang menggunakan perkataan huu, yang artinya Allah. Ajaran tarekat ini juga mengarahkan pengikutnya untuk memperbanyak shalat dan dzikir, kasih sayang kepada kaum miskin dan lemah, mengutamakan nila-nilai ruhaniyah dan ikhlas dalam beribadah kepada Allah.
6.      Tarekat Ni’matullahi
Tarekat ini adalah suatu mazhab sufi persia yang terselenggara setelah berdirinya dan mulai berjaya pada abad ke 8-14 dan mengalihkan loyalitasnya kepada Syi’i Islam. Tarekat ini didirikan oleh Syaikh Ni’matullah Wali. Seorang Syaikh terkemuka dalam tarekat Ma’rufiyah. Tarekat ini secara khusus menekankan kepada pengabdian (khidmah) dalam pondok sufi itu sendiri. Pengabdian ini dilakukan sesuai dengan kode etik yang sangat tua dan dijabarkan secara terperinci.
7.      Tarekat Tijaniyah
Tarekat ini didirikan oleh Syaikh Ahmad bin Muhammad At-Tijani (1150-1230 H/1737-1815 M) yang lahir di ‘Ain Madi, Al Jazair selatan dan meninggal di Fez, Maroko dalam usia 80 tahun. Al-Tijani diyakini oleh pengikutnya sebagai wali agung yang memiliki derajat tertinggi dan banyak keramat karena didukung oleh faktor geneologis, tradisi keluarganya dan penempaan dirinya. Bentuk amalan tarekat Tijaniyah terdiri dari dua jenis. Pertama, wirid wajibah yakni wirid-wirid yang wajib di amalkan oleh setiap murid Tijaniyah, tidak boleh tidak dan yang memiliki ketentuan pengamalan dan waktu serta menjadi ukuran sah atau tidaknya menjadi murid Tijani. Kedua, wirid ikhtiyariyah, yakni wirid yang tidak mempunyai ketentuan kewajiban untuk diamalkan dan tidak menjadi ukuran sah atau tidaknya menjadi murid Tijaniyah.
8.      Tarekat Khalwatiyah
Adalah tarekat yang didirikan oleh Zainuddin dari Khurasan ( wafat 1397). Tarekat ini merupakan cabang dari Tarikat Suhrawardi yang didirikan oleh Abdul Qadir Suhrawardi yang meninggal pada tahun 1167. Di Indonesia Tarekat ini tersebar di Banten oleh Syaikh Yusuf al Khalwati al Makassary pada masa pemerintahan Sultan Agung Tirtayasa. Tarekat ini berkembang luas di Indonesia dan menampilkan kehidupan yang sederhana. Ajaran tarekat ini adalah latihan jiwa (riyadlah) yaitu penyucian jiwa dari tingkat yang terendah hingga tingkat yang lebih tinggi yaitu melalui Mujahadah yaitu memerangi hawa nafsu dari nafsu Ammarah, Lawwamah, Madzmumah, Mulhamah, Muthmainnah, Radhiyah, Mardhiyah, dan Kamilah.
9.      Tarekat Khalidiyah
10.  Tarekat Yasafiyah
11.  Tarekat Sanusiyah
12.  Tarekat Chistiyah
13.  Tarekat Mawlawiyah
14.  Tarekat Khalwatiyah

REFERENSI
Solihin, M. Dkk. Ilmu Tasawuf. Bandung: Pustaka Setia, 2008.
Solichin, Mohammad Muchlis. Akhlak & Tasawuf. Surabaya: Pena Salsabila, 2014.
Toriqqudin, Moh. Sekularitas Tasawuf. Malang: UIN-Malang Press, 2008.